“Innalilahi wa
innailaihi rojiun”
Pasti kalian semua
sudah tahu kejadian yang terjadi saat kalimat itu disebutkan. kalimat yang
menandakan bahwa ada seseorang yang telah kembali ke sisi Allah SWT, meninggalkan
dunia dan meninggalakan seluruh keluarga tercintanya.
Senin, 26 mei 2014
adalah hari yang tak pernah kutunggu-tunggu. Hari yang tak pernah terbesit
sedikitpun di benakku bahwa hari itu akan terjadi. Di hari itu, nenek
tercintaku telah meninggal :’(.
Hari minggu pagi, aku
sedang bersuka ria merayakan kemenangan klub sepak bola favoritku yaitu Real
Madrid yang telah memenangkan Liga Champion untuk yang kesepuluh kalinya. Tapi
kesenangan itu hilang setelah ibuku memberitahu bahwa nenekku yang berada di
Banyuwangi masuk rumah sakit karena sakit lambungnya kambuh. Ini sudah ketiga
kalinya nenekku masuk rumah sakit. Sebelumnya, di awal januari dan pertengahan
februari lalu, nenekku juga masuk rumah sakit dan nenekku berhasil keluar dari
rumah sakit dengan keadaan normal kembali, sehat kembali. Tapi untuk sakit kali
ini rasanya berbeda. Seakan ini adalah sakit yang terlahir kalinya yang akan
dirasakan oleh nenekku. Dan ternyata itu benar, dia tidak hanya tidak merasakan
sakit lagi, akan tetapi dia juga pergi. Pergi ke dunia yang tak bisa kuraih
saat ini.
Aku sempat menjaga
nenekku yang sakit saat dia sakit di Bulan Februari lalu. Saat itu aku sedang
liburan semester di Banyuwangi. aku melihat bagaimana buruknya keadaan nenekku
saat sakit. Dia muntah darah setengah kantong kresek berukuran sedang.
Terbilang cukup banyak. Budeku yang selama ini merawatnya langsung membawanya
kerumah sakit. Aku mejaganya bersama budeku bergantian dengan keluargaku yang
lain selama 1 minggu. Saat itu aku tidak lagi memikirkan liburan dan
jalan-jalan atau hal kesenangan lainnya. Yang kuinginkan adalah kesembuhan dari
nenekku.
Nenekku yang sakit di Bulan Februari lalu. |
Saat ini hal itu
terulang lagi. Dan aku tidak bisa menjaga nenekku lagi seperti dulu karena aku
sedang kuliah dan berada jauh di Bali.
Sungguh saat itu rasanya aku ingin bolos kuliah dan langsung pergi ke
Banyuwangi. Saat itu ibuku berencana akan mengajak satu keluarga untuk pulang
ke Banyuwangi melihat nenekku. Rencananya kami pulang di hari selasa mendekati
liburan kuningan agar aku tidak banyak bolos kuliah. Tetapi rencana itu gagal
setelah budeku menelepon bahwa nenekku sudah meninggal di hari senin dini hari.
Minggu
malam aku tidur larut malam setelah melihat film dan mempersiapkan untuk kuliah
hari senin. Aku tidur sampai jam setengah sebelas. Saat sedang tertidur lelap,
tiba-tiba ibuku membangunkan. Ibuku memberitahu bahwa dia mendapat telpon dari
bude bahwa nenekku tidak sadarkan diri. Saat itu aku tegang. Aku takut kalau
nenekku meninggal. Kulihat jam menunjukkan pukul satu pagi. Yang bisa kulakukan
saat itu hanyalah berdoa semoga nenekku baik-baik saja. Dan sepertinya doaku
tidak terkabul. Setelah beberapa menit ibuku kekamarku untuk membaritahu
keadaan nenekku, sekarang gentian ayahku yang kemarku untuk memberitahuku.
Memberitahukan hal yang tidak pernah ingin kudengar dalam hidupku. “mbah’e
meninggal”. Kalimat yang terucap dari bibir ayahku itu benar-benar membuat
kesedihan datang bak air bah. Seketika aku menangis. Menangisi kepergian
nenekku. Saat itu yang ada difikiranku hanya nenekku saja tidak ada yang lain.
Dan di saat bersamaan aku juga melihat ibuku menangis. Nenekku yang ini adalah
ibu dari ibuku.
Setelah
itu ayahku langsung menyuruhku dan adik-adikku untuk memberesi barang-barang.
Saat itu juga kami sekeluarga langsung pulang ke Banyuwangi. Tanpa makan, tanpa
mandi, tanpa mempersiapkan apapun. Tepat pukul dua pagi dengan baju tidur dan
membawa barang sedaanya kami sekeluarga langsung berangkat. Di perjalanan aku
tidak bisa tidur. Tegang itulah rasa yang kurasakan selain rasa sedih. Aku
masih tidak percaya bahwa nenekku mininggal.
Sampai
di banyuwangi aku melihat rumah nenekku sudah di penuhi pelayat. Bendera kuning
terpasang disamping rumah. Aku menyalami orang-orang di depan rumah yang sedang
melayat nenekku. Setelah itu aku masuk. Aku melihat jenazah nenekku terbaring
di atas papan tertutupi dengan kain. Seketika badanku langsung lemas. Aku
langsung menangis depelukan budeku. Aku tidak sanggup untuk melihat nenekku. jadi
aku hanya duduk sambil menangis di kamar ditemani oleh budeku. Yang kulihat
hanya hawa kesedihan dirumah itu. Semua tenggelam dalam kesedihan
sendiri-sendiri tidak ada yang mau berbagi. Ibukku, tanteku yang biasanya ceria
dan suka guyon, sepupuku, semua tidak ada yang mau diajak biacara termasuk aku.
Kami semua benar-benar tenggelam dalam kesedihan sendiri-sendiri. Tidak ada
kata curhat untuk hal ini. Kami semua diam membisu.
Aku
baru keluar dari kamar saat jenazah nenekku akan dimandikan. Aku melihat
wajahnya yang sudah mulai membiru. Kerut wajahnya yang sudah tua. Raut wajah
yang datar dan tubuhnya yang kaku. Aku masih tidak percaya. Dulu tubuh itu yang
selalu ceria, selalu menemaniku, sekarang hanyalah tubuh yang tak berucap, tak
bergerak, tak bernyawa. Aku ikut menyolati nenekku dan mengantarnya ke tempat
pemakaman. Aku tidak berhenti melihat jenazah nenekku sampai tanah menguburnya.
Aku terus-menerus melihatnya. Melihat dengan mata berlinang air mata.
Nenekku
adalah orang yang kusayangi selain orang tuaku. Umur 3 bulan aku sudah dirawat
nenekku. Almarhumah sudah membawaku ke banyuwangi di umurku yang masih sangat
belia dikarenakan adikku sakit dan nenekku takut aku juga tertular sakit.
Karena anak kembar biasanya gampang sakit dan memiliki kecacatan.
Nenekku
sering bercerita tentang aku yang masih bayi. Nenekku bercerita bahwa aku
gampang sakit. Baru satu bulan masuk rumah sakit dan sembuh 2 hari, aku masuk
rumah sakit lagi. Dan itu berulang-ulang terus setiap hari setiap tahun. Tapi
nenekku sabar merawatku. Saat bulan puasapun dia setia merawatku, menggendongku
kemana-mana untuk menenangkan tangisku. Mungkin aku beruntung bisa hidup sampai
umur Sembilan belas tahun ini atau mungkin ini juga hail kerja keras nenekku
yang selalu mejagaku selama aku sakit saat balita. Nenekku juga pernah
bercerita bahwa dia pernah putus asa dan pasrah dengan keadaanku (sampai putus
asa dan pasrah! Begitu beratkah sakitku dulu sampai nenekku pernah merasa
seperti itu?) Dia tidak tega dengan keadaanku yang masih balita dan
terus-menerus menderita karena sakit. Dia juga sudah merelakanku apabila aku
meninggal dunia daripada aku sakit-kaitan terus. Tapi sampai saat ini aku masih
hidup, mungkin ini adalah pemberian yang setimpal dari Allah atas hasil kerja
keras dari nenekku dulu.
Aku, Nenekku, Budeku dan mbak sepupuku. |
Nenekku yang berbaju hitam totol-totol putih dan aku diatasnya. |
Aku
benar-benar menyayangi nenekku, dua belas tahun lamanya dia merawatku sampai
aku tumbuh dewasa. Dia sudah kujadikan sebagai ibu keduaku.
Aku
ingin bertanya kepada kalian, bagaimana rasanya saat ibu kalian meninggal?
Sudah pasti kalian sangat sedih. Begitu juga dengan perasaanku saat nenekku
meninggal.
Aku
sangat kehilangan ibu keduaku yang sudah merawat dan membesarkanku. Kerja keras dan doanyalah yang membuatku
bertahan hidup sampai sekarang. Adanya nenekku benar-benar berpengaruh besar
dalam hidupku. Sekarang semua itu tinggal kenangan. Hanya tinggal memori di
kepalaku. Memori yang akan kusimpan dan akan kuputar saat aku ingin mengenang
nenekku kembali. Sedih itu masih kurasakan sampai sekarang. Sampai detik saat
aku menulis inipun aku masih sedih. Arrgghh.. aku masih ga percaya kalau
nenekku meninggal. Sampai sekarang aku masih merasa bahwa nenekku masih hidup
di Banyuwangi sana. Daaammnnn!!! :’(
Sekarang
yang bisa aku lakukan hanya berdo’a, semoga dosa nenekku diampuni dan dia
diberikan ketenangan di alam sana. Dibeikan tempat yang luas, tidur yang tenang
dan diberikan cahaya di alam kubur. Do’aku selalu menyertaimu my beloved grandmom. oh Wish you were here :’(.